Jumat, 19 Juni 2020

Cerpen | Latta dan Uzza




Belasan tahun kemarin ia tiba menemuiku untuk pinjam uang. Tuturnya, ia perlu penambahan modal supaya usaha roti warisan orang tuanya tidak gulung tikar. Diakuinya malas cari utang ke bank, kecuali urusannya susah, ia cemas tidak dapat melunasinya nantinya. Entahlah mengapa. Di dunia ini, ia berasa cuma akulah salah satu yang bisa dipercayai.

"Susah cari orang yang amanah, jujur serta bisa dipercayai. Waktu otak jadi buntet, serta Tuhan juga susah dipercayai," katanya lalu mengekeh.

Pasti saya kurang sama pendapat dengannya. Ia lupa sedang bicara dengan seorang yang benar-benar yakin Tuhan tetap memberi apakah yang diharapkan hamba-Nya. Tetapi saya cepat menyadari. Saya tahu benar sikapnya setiap hari. Cukup sulit dibawa bercengkerama dengan si Khalik. Tidak demikian agamis. Senang memandang sepele kasus akhirat, seakan-akan ia tidak akan berjumpa kata mati di esok hari.

Untuk teman dekat, saya juga menanyakan mengenai DIA sebelum terdorong membantunya.

"Kau yakin Tuhan itu ada?"

Ia menjawab enjoy. "Semestinya saya yakin. Tetapi saya tidak tahu dimana rumah-Nya. Dapatkah kau antar saya kesana?" Kembali lagi ia mengekeh.

"Tujuanmu apa?"

"Tujuanku, jika kau tidak dapat memberikan modal, tolong ajak saya menjumpai Tuhan, Saya ingin pinjam uang kepadanya. Sesudah sukses, akan kukembalikan melewati dari apakah yang Dia pinjamkan." Tangannya menunjuk ke langit. Betul-betul melawan.

"Tetapi jika ia tidak dapat memberikan, saya akan pinjam pada tuhan lainnya." tuturnya, sekarang dengan ekspresi wajah yang serius.

Tips Main Slot Dengan Modal Kecil

"Siapa?" selidikku.

Ya Latta, ya Uzza, ya Latta, ya Uzza....

Ia melagukan nama berhala itu berkali-kali.

Saya cukup jengkel serta cuma istighfar dengar senandungnya.

Untuk rekan sepermainan, pada akhirnya saya bicara seadanya, bila untuk sekarang ini saya tidak mempunyai simpanan. Semua harta bergerak telah diarahkan untuk membuat pondok hafalan qur'an buat masyarakat yang kurang dapat. Dana yang telah didistribusikan tidak bisa beralih walaupun selembar. Wasiat itu kuterima langsung dari Ayah beberapa waktu sebelum beliau berpulang.


Untuk penyembuh lara, saya menolong ia berbentuk lain.

"Ada motor kedaluwarsa peninggalan Ayah di gudang. Sejauh ini tidak sempat kupakai. Jika kau ingin melakukan perbaikan, mengambil saja. Gunakan saja untuk membagikan rotimu. Itu lebih bagus daripada teronggok tidak bermanfaat di sini," saranku waktu itu.

Ia menatapku dengan tajam Tetapi kemudian, ia naik girang serta menerimanya dengan muka ceria. Saya mengucapkan syukur membuat sedikit bahagia. senang sebab benda tidak bermanfaat itu selekasnya lenyap dari pandangan mata.

Kami berpisah. Ia memeluk erat untuk sinyal perpisahan. Ia harus kembali pada kampung halaman, menjalankan janji pada ke-2 orangtua.

Saya pernah memperkuat rangkulannya dengan sungkan. Saya berasa hidupku memang apes. Entahlah bagaimana ceritanya dapat bersahabat dengan seorang yang seringkali menyepelekan inti Tuhan. Lucunya, saya bukan balik membenci, justru membantunya tanpa ada memikir panjang, belasan tahun yang lalu.

Saat ini ia telah jadi wiraswasta yang sukses. Usaha pengerjaan rotinya menebar di beberapa wilayah. Karyawannya hampir beberapa ribu. Ia mempunyai beberapa ratus hektar sawah di pelosok tanah air. beberapa puluh unit cabang usaha pemroduksi uang yang lain.

Saya pernah tercengang, mengapa upayanya dapat bertumbuh cepat. Rejeki dari langit seakan mengalir tiada henti. Demikian baikkah Tuhan pada seorang yang tetap kelu dalam menyebutkan nama-Nya? Keraguan lamaku tumbuh, jangan-jangan ia mendapatkan pertolongan dari Latta serta Uzza dalam kehidupannya, tuhan lain sama seperti yang sempat disampaikannya dulu.

Dapat jadi. Sesudah kutanya beberapa karyawannya, mereka memang tidak mengenalinya untuk figur yang religius.

"Apa kalian sempat menyaksikannya sholat?"
Jawaban yang kudapat hanya gelengan kepala.


Dari karyawan lain saya mendapatkan info penambahan. Setiap bulan puasa datang, dia tetap melanglang buana entahlah ke mana. Namanya tidak ada dalam perincian pemberi zakat dalam tempat tinggalnya. Ia tidak sempat nampak memangkas hewan qurban serta diberikan pada karyawannya. Serta dengan setumpuk kekayaannya, ia tidak sempat terdengar menjalankan beribadah haji.

Jelas buatku, ia mendapatkan kekayaan dengan memberhalakan suatu hal. Entahlah semacam apa, saya tidak tahu tentu. Yang pasti, situasi ekonomi kami saat ini bertentangan. Ia naik cepat, sesaat harta peninggalan orangtuaku terkuras habis saban tahun. Semua seakan beralih kepadanya.

Yang masih ada hanya sehektar tanah cikal akan berdirinya pondok Tahfizd di atasnya. Sayang, sampai saat ini belum terjadi.

Semenjak dengar keberhasilannya, saya berasa Tuhan tidak memihak padaku. Tidak masuk diakal. Seorang yang seringkali berbuat tidak etis nama-Nya seperti ia, dikasih rejeki yang banyak ruah dari langit. Sesaat saya yang tetap menyebutkan nama-Nya siang malam malah terlempar jauh ke bawah.

Saya berasa aneh dengan kesuksesannya. Saya terdorong ingin menjumpainya. Saya ingin belajar mengenai keberhasilan serta menyingkap rohaninya. Sekaligus juga minta bantuan untuk merealisasikan mimpi ke-2 orangtuaku membangun pondok Qur'an itu. 

Dari salah seorang karyawannya saya mendapatkan nomor contact. Sesudah melakukan komunikasi dengan asisten pribadinya yang menggenggam nomor telephone, ia sendiri ternyata malas terkait dengan siapa saja melalui jalan ini, saya ingin menjumpainya kamis malam. Tapi asistennya berasa tidak mungkin mengendalikan tatap muka pada hari itu. Kutanyakan faktanya mengapa. Jawabaannya membuatku takjub.

"Ia tetap lakukan ritual pribadi setiap malam jum'at. Insya Allah dapat berjumpa kelak hari sabtu jam sepuluh di tempat tinggalnya."
Share:
Lokasi: Indonesia

Definition List

Unordered List

Support