This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 19 Juni 2020

Cerpen: Takdir di Tangan Tuhan




Satu truk Fuso berjalan perlahan-lahan masuk jalan perkampungan di Desa Bahagia. Pagi itu Otong baru datang dari kerja untuk supir. Sebab epidemi Corona sedang menyebar di Jakarta, sang Otong diperintah oleh Bos tidak untuk mengantarkan atau terima order angkut muatan dari serta ke Jakarta. Serta disarankan oleh Bosnya untuk jangan pulang ke garasi. Disarankan untuk istirahat semasa beberapa waktu sampai keadaan berkurang. Jadilah truk yang dibawa Otong sesudah kirim muatan ke Surabaya selanjutnya dibawa pulang ke rumah.

Waktu melalui jalan di perkampungan dekat tempat tinggalnya, Otong lihat ada tenda hajatan yang kelihatannya baru terpasang dengan tempat 1/2 mengonsumsi tubuh jalan.

"hmm...kelihatannya Pak Bejo ingin membuat hajatan" gumam Otong. Dia memarkirkan truk Fusonya tidak jauh dari rumah Pak Bejo.

"Wah pagi-pagi telah ada tamu siapa itu yang tiba? Bawa serta truk besar juga" bertanya Bejo pada istrinya yang sedang repot ngatur-ngatur rewang.

"Ada apakah sich Pih?" Markonah balik menanyakan.

"Itu lho siapa yang tiba pakai mobil besar begitu?"

"Mamih tidak tahu, kelihatannya tidak berada di daftar undangan. Kan undangan kita sejumlah besar orang terpandang serta kaya, bukan supir truk" Markonah menyombongkan diri.

"Assalamu'alaikum Pak Haji" Otong memberikan salam pada Pak Bejo.

Keluarga Pak Bejo populer sombong, serta maunya dipanggil dengan panggilan terhormat. Tidak menyahut jika cuma dipanggil Pak Bejo.

"Wa'alaikumsalam. Owalaahhh kamu toh Tong. Tidak anggap tamu siapa yang tiba"

"Ingin ada acara apaan Pak Haji?"

"Ini Tong, Bapak ingin nikahin Siti, anak satu-satunya Bapak sama sang Badrun anak juragan minyak kampung samping" jawab Bejo sekalian tersenyum bangga.

"Pak, lagi keadaan ini kok justru ingin ngadain acara ramai-rame?"

"Soalnya ini acara telah diperkirakan jauh hari. Hari serta tanggal bagusnya juga dihitung. Pasnya ya ini hari atau esok" sebut Pak Bejo menerangkan.

"Apa tidak dapat dipending dahulu Pak? Atau minimum, yang perlu akad dahulu saja. Acara ramai-rame kelak saja jika situasi epidemi Corona telah surut" Otong memberikan pemahaman.

Tips Main Slot Dengan Modal Kecil

"Ya tidak dapat segampang itu Tong. Waktu nikah anak bapak ingin diam-diam saja. Apa kata keluarga serta tetangga kelak? Disangka untuk tuan tanah serta juragan sembako di desa ini tidak dapat ngadain acara pesta"

"Tetapi, kan kasian sama tamu undangan. Apa dapat jamin semua tamu tidak bawa virus?"

"Oohh...tenang saja Tong jika masalah itu. Bapak telah mengantisipasi mempersiapkan hand sanitizer, tempat bersihkan tangan, serta semprot disinfektan" Pak Bejo menjawab kecemasan Otong.

"Bagus Pak, tetapi apa dapat jamin semua ingin taat untuk bersihkan tangan dan lain-lain? Ada satu saja yang lupa, dapat jadi beresiko. Dapat jamin jika virus yang berada di rongga mulut tidak keluar waktu makan sajian? Ditambah lagi tamunya Pak Bejo beberapa dari kota. Dapat jadi tamu pernah contact sama orang yang terserang virus corona di jalan, serta virusnya memelekat di pakaian atau anggota badan lain" Otong menerangkan peluang-kemungkinan jelek lain dengan keinginan Pak Bejo serta keluarga sadar akan bahaya yang mengawasi.

"Aduuhh Toong...Tong, kamu tidak perlu cemas. Kelak ada peralatan kesehatan untuk cek temperatur badan untuk tahu sedang demam atau mungkin tidak" mendadak Bu Markonah, istri Pak Bejo nyahut.

"Otong hanya cemas kampung kita jadi terkena epidemi corona seperti di beberapa kota, Bu. Otong saja diminta libur serta tidak bisa pulang ke kantor dahulu sebab kantor Otong masuk daerah terkena"

"Telah deh, tidak perlu begitu parno begitu Tong, semua akan aman teratasi" Markonah mengatakan sekalian mengacung jempol.

"Tetapi kan Bu, yang menjadi permasalahan lagi, orang yang terjangkiti Corona tidak harus ada tanda-tanda sakit. Banyak pula yang sehat tanpa ada tanda-tanda" Otong masih ngeyel.

"Telah... telah, yakin saja jika takdir berada di tangan Allah. Tidak perlu begitu takut" Pak Bejo mengatasi.

Nampak muka mereka mulai tidak senang pada Otong.

"Nah bener tuch Pih, jika saatnya mati mah, mati saja. Jika belum saatnya, tenang saja, tidak akan kenapa-kenapa" Markonah suka pengakuan suaminya.

"Lagian ngapain kamu repot mengurusin? Jika mati , yang mati saya, bukan kamu. Toh kamu tidak nyumbang apa-apa. Usil sangat!" dengus Markonah jengkel.

"Yaelahh Bu, Pak, jika mati terkena corona faksi keluarga gak bisa turut ngubur, tidak ada acara pemandian, tidak ada acara solat mayat. Dikubur kaya kucing" jawab Otong sekalian berlalu.

Otong menstarter truk Fusonya. Mulai berjalan perlahan-lahan.

"Ehh...ehh ingin ngapain kamu Toong?!" teriak Pak Bejo.

"Maaf Pak, tendanya menghambat setengah jalan. Truk saya tidak dapat melalui. Takdir di tangan Tuhan. Jika Tuhan mentakdirkan hajatan ini masih berjalan, tidak akan kenapa-kenapa Pak Haji. Santaiii..." teriak Otong sekalian terus injak gas. Akhirnya tenda hajatan Pak Bejo yang mengonsumsi setengah jalan roboh dilibas Fuso.

"Semprulll kamu Toong...!!" teriak Pak Bejo serta Bu Markonah histeris.

Share:

Malam dengan Kaki Seribu





Malam itu hujan. waktu sudah memperlihatkan jam 1/2 12 malam, serta saya masih di kamar dengan mata yang tidak terpejam. Dengan memandangi smartphone sebatas membaca basis membaca kegemaranku dengan arah supaya mata ini capek juga pada akhirnya ingin tuk dipejamkan. Tidak sesuai dengan keinginan, malah ada hal-hal lain yang ikut mengganggu malamku untuk tidur. 

Tembok kamarku yang diprediksikan sudah berumuran seputar kira-kira dua beberapa puluh tahun itu, sekarang sudah sedikit retak yang menyebabkan air di luar merembes masuk ke tembok kamarku. Ketahui malam itu hujan. karena tembokku yang basah, tidak disangkal jika kamarku bisa termasuk dalam tempat yang lembab. Tempat yang lembab mengakibatkan serangga apa saja yang bisa masuk karena suka dengan tempat lembab juga pada akhirnya tidak bisa dihindari. Termasuk juga diantaranya sekarang yang mengakibatkan mataku yang tidak ingin terpejam lebih tidak ma terpejam. 

Kaki seribu. 

Nama serangga yang konon sesuai dengan namanya--memiliki kaki seribu--tersebut sekarang sedang jadi pusat perhatianku. Sampai membuatku bergerak dari tempat tidurku tuk sebatas buang serangga itu dari tembok dekat ranjangku ada. Tidak cukup dengan satu serangga, sekarang saya lebih dikagetkan oleh dua temannya--kaki seribu-- yang ikut juga berjelajah di tembok kamarku dengan sesenang hati mereka. "mentang-mentang punyai kaki banyak, jelajah di kamar orang semaunya," batinku menggerutu.

Tips Main Slot Dengan Modal Kecil

Perasaan kesal campur ingin tahu, ku bawa serta handphoen ku keluar. Signal di kamarku memang tidak sempat ada, entahlah apakah yang merasukinya. Ku telusuri situs google di smartphone ku, sebatas cari info tentang kaki seribu. Mulai asal mula kehadirannya, sampai apa beresiko atau mungkin tidak, apa efeknya buat kesehatan, juga langkah mengetasinya.

Ku dapatkan hasil jika, kaki seribu suka dengan tempat lembab, sedang kamarku juga bagitu. Pada umumnya, kaki seribu tidak berbahay buat manusia, namun berefek pada tumbuhan. Tetapi ada yang mengutarakan jika kaki seribu mempunyai efek buat manusia bila keliru dalam langkah mengatasinya. 

Kaki seribu yang dibunuh maka menghsilkan lendir, serta lendir itu yang akan menyebabkan gatal-gatal pada kulit manusia. Disamping itu, lendir kaki seribu berbau yang tidak enak. Serta langkah mengatasi kaki seribu yang pas adalah dapat dilaksanakan dengan mengusirnya dengan cara langsung, memberi akses pada cahaya matahari agar ruang tidak lembab, memberi insektisida atau kapur semut pada ruang supaya serangga tidak berani masuk, serta bersihkan ruang dengan mengepel atau mendatangkan berbau yang tajam pasti hama kaki seribu akan malas sekedar untuk singgah ke satu ruang. 

Sesudah cari info tentang kaki seribu itu, sekarang ku tahu harus melakukan perbuatan apa. Tetapi waktu sudah memperlihatkan hampir jam 1/2 satu malam, waktunya utuk tidur. Harus. sebab jam 1/2 empat akan datang saya juga harus telah bangun tuk bersahur bersama-sama keluarga. Mengingat hari itu salah satu hari di dalam bulan yang penuh karunia, bulan suci, bulan penuh ampunan yaitu bulan ramadhan. 

Tidak lupa, sebelum tidur saya ambil hand&body lotion lalu ku gunakan ke semua permukaan kaki tanganku. Sebatas memberikan aroma menyerang untuk si kaki seribu yang comel. Ya, meskipun saya tidak demikian percaya hal tersebut akan punya pengaruh atau mungkin tidak.
Share:

Until The End




Gemuruh mesin kereta, derap cara beberapa penumpang, serta ajakan petugas stasiun memimpin situasi bising dalam tempat itu. Penumpang yang barusan datang berantri untuk turun dari kereta. Begitu juga dengan sepasang kekasih yang terlihat mesra tangan si wanita yang berkaitan di lengan si pria. Mereka berjalan melalui peron, telusuri koridor samping rel dengan masih terkait tangan. Kedua-duanya tampilkan muka cerah, seolah perjalanan dari Semarang ke arah Jakarta tidak membuat mereka capek.

"Kamu tahu, dahulu beberapa orang memandang jika stasiun ialah tempat perpisahan paling menegangkan," sebut pria berusia dua puluh 2 tahun itu pada kekasihnya. 

Anarghya Daniswara. Bentuk hampir prima buat Nismara Anjani. 

"Hingga dibuat lagu kan? Yang judulnya Stasiun...." Nisma menjeda kalimatnya, terlihat memikir sesaat. "Ah iya, Stasiun Balapan."

Anarghya, atau yang sering dipanggil Arya itu mengangguk mantap. Melirik sesaat muka cantik kekasihnya sambil tersenyum.

"Coba bagaimana lagunya? Kamu dapat nyanyiin?" 

Nisma ketawa kecil. Pengucapan Arya seolah menghinanya. "Kamu kan tahu, meskipun saya orang Jawa, tetapi saya benar-benar tidak pinter bahasa Jawa. Kalau saya ngomong Jawa nanti kamu tertawa seperti umumnya itu."

Arya terkekeh perlahan. Tanpa ada sadar, kedua-duanya sudah tiba di luar stasiun. Jalanan basah. Gerimis kecil masih sisa sesudah hujan deras menempa. Dingin menelusup membuat Arya lalu melipat ke-2 tangannya. Menarik dan tangan Nisma yang masih tetap tersemat disana.

"Dingin ya, Ya? Singgah ke warung situ dahulu yuk. Kelihatannya Kak Gibran belum sampai." Nisma memperhatikan seputar, cari kehadiran kakak Arya yang tempo lalu punya niat menjemput mereka. Tidak merasakan figur Gibran, Nisma lalu menarik Arya ke warung depan stasiun. Sebatas menghangatkan badan dengan pesan satu cangkir susu hangat. Tidak lupa dia menyeret dan koper sedang yang sejak dari barusan Arya bawa serta.

Sesudah pesan, mereka ambil tempat di sudut, duduk sama-sama bertemu. Sambaran petir kadang-kadang terdengar, tetapi tidak demikian keras. Seperti melodi menyumbang yang bersahutan menjelma jadi musik romantis buat mereka berdua.

"Kamu dingin sekali tidak? Kalau iya, pakai jaketku ya?" Nisma telah punya niat melepas jaketnya, tetapi batal karena Arya cepat-cepat menahan.

"Sudah tidak dingin kok. Simak muka cantik kamu, yang semula dingin langsung jadi hangat." Arya akhiri ucapannya dengan senyuman. Sesaat Nisma tersipu malu di tempatnya, mengulum bibir meredam senyum.

"Kamu mah begitu." Wanita memiliki rambut pendek itu mempertautkan ke-2 tangan di atas meja. Memperhatikan dengan saksama bagaimana kekasihnya tersenyum, bergerak kecil menyeka hidung, atau membetulkan tatanan rambutnya. 

Dalam diam wanita itu menanyakan. Sampai kapan dia akan sedekat ini dengan Arya? Mampukah jalinan yang tersimpul erat itu akan bertahan selama-lamanya? Atau, harus usai secepat-cepatnya? Tetapi Nisma tetap minta supaya Tuhan memberikan waktu untuk cintanya berlabuh di hati Arya. Selama-lamanya.

"Kata Papah, kamu bisa libur dahulu esok. Tidak perlu langsung ke kantor." Perkataan Arya hentikan keterpakuan Nisma. 

"Kamu?"

"Saya harus ada di rapat dengan client dari Jepang esok. Kelihatannya Papah ingin membahas hal penting denganku."

"Tetapi kan kamu...." Perkataan Nisma berhenti waktu seorang penjual tiba untuk menyerahkan pesanan mereka. Arya meluangkan diri mengucapkan terima kasih sebelum penjual itu kembali lagi untuk layani konsumen setia lain.

"Oh ya, bagaimana masalah pernikahan teman dekatmu itu? Sang Angel serta Reza? Mereka betul-betul selekasnya menikah?" Arya menyeruput susu cokelat di tangannya pada saat pandang lelaki itu tertuju pada Nisma. 

Nisma mengangguk perlahan. "Yahh agar saja, mereka pilih menikah muda," sebut wanita itu disertai senyum lebarnya yang automatis menyebar pada Arya.

"Kita kapan mengejar? Saya ingin menikahimu." 

Nisma batal minum susu hangatnya waktu pertanyaan itu berlabuh ke indranya. Gelas yang sudah terburu dia angkat stop di udara. Lamat dia pandangi muka tenang Arya, serta wajah itu tidak memberikan ketidaksamaan sedikit juga. Tidak sama dengan dianya yang tiba-tiba kaku, dengan detak jantung yang seolah sedang main marching band di rongganya.
Share:

Cerpen: Ilusi




Ada kalanya terkadang kita begitu sensitif di dunia. Saat waktu itu datang, serta capung terbang akan berasa mengagumkan serta dunia ini begitu ajaib untuk dipahami. Seperti ini hari, waktu waktu seakan memanduku masuk dunia yang betul-betul tidak sama.

Jelas dalam daya ingatku, waktu figur sejuta tawa itu tinggalkan dunia, tersisa masa lalu manis yang terangkum dalam cinta. Tetapi detik ini, dunia seakan tengah mempermainkanku.

Ia, yang sempat mengajariku makna dari sama-sama mempunyai. Ia, yang membuatku tetap terdiam memandang irislah cokelat penuh kabut pesonanya. Serta ia, yang merusakku dengan perihnya kehilangan sekarang dengan gagah berdiri di hadapanku memperlihatkan satu senyuman.

Lidahku kelu tuk ungkap perasaan. Semua badanku bergetar sampai cairan bening yang sendari barusan menggenang di pelupuk mata terjun bebas tanpa ada titah.

Saya terisak pada saat mata ini masih memandang sangsi seorang yang mengukir senyum di depanku. Hatiku malas yakin jika mata ini dapat lihat kembali lagi lengkung bibir yang indah itu. Wajah yang kurindukan setiap saat. Figur yang sempat pergi wafatkanku sekarang kembali lagi.

Badanku menegang saat sentuhan lembut tangan itu menyeka pipiku, mengenyahkan air mata yang semakin membanjir deras. Dianya demikian tanang memandangku dengan gurat bahagia yang terpancar jelas dari mukanya.

Kugenggam tangan dinginnya yang masih tetap menempati di pipiku. Ini riil. Saya dapat menyentuhnya, serta menyeka tangan itu penuh kasih seperti dahulu.

Tips Main Slot Dengan Modal Kecil

"Apa kamu rindukanku?" Suara itu, seperti alunan merdu yang tidak sempat lepas dari tiap detik khayalku. Dalam hati, saya merutuki pertanyaan bodohnya. Ia bertanya apa saya kangen? Serta dalam tiap tarikan napasku kangen kepadanya semakin menggebu. "Apa kamu suka berjumpa lagi denganku?"

Secara cepat saya mengangguk. Ia makin memperlebar senyum. Lagi serta lagi menjebakku dalam jerat pesonanya, menyeretku makin jauh, makin dalam.

"Maaf sempat membuat kamu menangis. Sebetulnya, terdapat beberapa hal yang ingin kusampaikan, tetapi di sini waktuku tidak lama. Saya cuma ingin minta satu hal darimu." Tangannya terulur mendapatkan tanganku, lalu tempelkan telapak tanganku di dadanya.

Jantungku bertalu-talu di rongganya, sama seperti yang kurasakan waktu dahulu bersanding di sebelahnya. Serta saat ini saya sadar, jika rasa cintaku buatnya tidak sempat bergerak sedikit juga.

"Di sini, saya sempat berikan cinta untukmu. Di sini juga ada pemicu kau harus kehilanganku. Jantung serta hati, satu kesatuan yang membuat kita terikat dalam satu rasa namanya cinta.

"Kumohon, jangan sampai lupa jika saya sempat jadi paling mujur sebab dapat memilikimu. Kumohon, bila saya pergi jangan sampai kadang-kadang kamu kehilangan arah untuk hidup. Barbahagialah bila ingin melihatku bahagia. Sebab diri kamu, ialah sumber paling besar kebahagiaanku."

Saya memejam, setitik air mata kembali lagi berhasil lolos dari sarangnya. Walau sangsi, saya menyanggupi permohonannya itu. Entahlah. Saya tidak percaya akan berteman dengan bahagia sesudah kehilangannya. Serta, apa tujuannya dengan ucapkan kata 'waktuku tidak lama'? Akankah sesudah melepas kangen saya harus merengkuhnya kembali lagi?

"Maukah kamu janji akan hal tersebut padaku? Saya cuma ingin melihatmu tetap bahagia...Gadisku," katanya lagi penuh berharap. Saya menarik napas panjang serta mengembuskannya perlahan-lahan. Menjawab satu pertanyaan itu rasa-rasanya demikian susah. Bagaimana tidak bila dialah muara dari semua bahagiaku?

"A-aku, saya akan coba selalu untuk bahagia." Pas sesudah menjelaskan itu saya kembali lagi terisak.

Ia melepas tanganku dari dadanya. Perlahan-lahan tetapi tentu, dia mengundurkan badan sampai pegangan tangan kita lepas.

Saya terkesiap. Jiwaku seolah direnggut paksa waktu dianya makin jauh dari capaian mataku. Kabur, kumelihatnya mengangkat tangan serta tersenyum manis seakan tengah mengutarakan salam perpisahan.

Saya teramat ingin memburunya, tetapi kakiku seolah terbelenggu sampai susah digerakan. Saya menjerit waktu figur itu musnah bersama-sama sinar putih jelas ke arah kembali pada alam abadinya.

Badanku meluruh ke tanah, saya menangis sejadi-jadinya. Betul saja! Takdir memang mempermainkanku saat ini. Dunia berasa sedang mengolok-olokku demikian kejam.

Untuk apa menyeretku ke ilusi ini? Untuk apa mendatangkannya bila harus pergi lagi? Rasa-rasanya saya ingin membentak takdir serta waktu yang sudah bersekongkol merusakku.

Tetapi, apa hakku jadi sekuasa itu? Saya diamkan bulir hujan yang mulai berlomba menghajar bumi mengguyur semua badanku. Hujan menyapu tangisku, bukan sekedar memudarkan tiap bulir air mataku.
Share:

Cerpen | Latta dan Uzza




Belasan tahun kemarin ia tiba menemuiku untuk pinjam uang. Tuturnya, ia perlu penambahan modal supaya usaha roti warisan orang tuanya tidak gulung tikar. Diakuinya malas cari utang ke bank, kecuali urusannya susah, ia cemas tidak dapat melunasinya nantinya. Entahlah mengapa. Di dunia ini, ia berasa cuma akulah salah satu yang bisa dipercayai.

"Susah cari orang yang amanah, jujur serta bisa dipercayai. Waktu otak jadi buntet, serta Tuhan juga susah dipercayai," katanya lalu mengekeh.

Pasti saya kurang sama pendapat dengannya. Ia lupa sedang bicara dengan seorang yang benar-benar yakin Tuhan tetap memberi apakah yang diharapkan hamba-Nya. Tetapi saya cepat menyadari. Saya tahu benar sikapnya setiap hari. Cukup sulit dibawa bercengkerama dengan si Khalik. Tidak demikian agamis. Senang memandang sepele kasus akhirat, seakan-akan ia tidak akan berjumpa kata mati di esok hari.

Untuk teman dekat, saya juga menanyakan mengenai DIA sebelum terdorong membantunya.

"Kau yakin Tuhan itu ada?"

Ia menjawab enjoy. "Semestinya saya yakin. Tetapi saya tidak tahu dimana rumah-Nya. Dapatkah kau antar saya kesana?" Kembali lagi ia mengekeh.

"Tujuanmu apa?"

"Tujuanku, jika kau tidak dapat memberikan modal, tolong ajak saya menjumpai Tuhan, Saya ingin pinjam uang kepadanya. Sesudah sukses, akan kukembalikan melewati dari apakah yang Dia pinjamkan." Tangannya menunjuk ke langit. Betul-betul melawan.

"Tetapi jika ia tidak dapat memberikan, saya akan pinjam pada tuhan lainnya." tuturnya, sekarang dengan ekspresi wajah yang serius.

Tips Main Slot Dengan Modal Kecil

"Siapa?" selidikku.

Ya Latta, ya Uzza, ya Latta, ya Uzza....

Ia melagukan nama berhala itu berkali-kali.

Saya cukup jengkel serta cuma istighfar dengar senandungnya.

Untuk rekan sepermainan, pada akhirnya saya bicara seadanya, bila untuk sekarang ini saya tidak mempunyai simpanan. Semua harta bergerak telah diarahkan untuk membuat pondok hafalan qur'an buat masyarakat yang kurang dapat. Dana yang telah didistribusikan tidak bisa beralih walaupun selembar. Wasiat itu kuterima langsung dari Ayah beberapa waktu sebelum beliau berpulang.


Untuk penyembuh lara, saya menolong ia berbentuk lain.

"Ada motor kedaluwarsa peninggalan Ayah di gudang. Sejauh ini tidak sempat kupakai. Jika kau ingin melakukan perbaikan, mengambil saja. Gunakan saja untuk membagikan rotimu. Itu lebih bagus daripada teronggok tidak bermanfaat di sini," saranku waktu itu.

Ia menatapku dengan tajam Tetapi kemudian, ia naik girang serta menerimanya dengan muka ceria. Saya mengucapkan syukur membuat sedikit bahagia. senang sebab benda tidak bermanfaat itu selekasnya lenyap dari pandangan mata.

Kami berpisah. Ia memeluk erat untuk sinyal perpisahan. Ia harus kembali pada kampung halaman, menjalankan janji pada ke-2 orangtua.

Saya pernah memperkuat rangkulannya dengan sungkan. Saya berasa hidupku memang apes. Entahlah bagaimana ceritanya dapat bersahabat dengan seorang yang seringkali menyepelekan inti Tuhan. Lucunya, saya bukan balik membenci, justru membantunya tanpa ada memikir panjang, belasan tahun yang lalu.

Saat ini ia telah jadi wiraswasta yang sukses. Usaha pengerjaan rotinya menebar di beberapa wilayah. Karyawannya hampir beberapa ribu. Ia mempunyai beberapa ratus hektar sawah di pelosok tanah air. beberapa puluh unit cabang usaha pemroduksi uang yang lain.

Saya pernah tercengang, mengapa upayanya dapat bertumbuh cepat. Rejeki dari langit seakan mengalir tiada henti. Demikian baikkah Tuhan pada seorang yang tetap kelu dalam menyebutkan nama-Nya? Keraguan lamaku tumbuh, jangan-jangan ia mendapatkan pertolongan dari Latta serta Uzza dalam kehidupannya, tuhan lain sama seperti yang sempat disampaikannya dulu.

Dapat jadi. Sesudah kutanya beberapa karyawannya, mereka memang tidak mengenalinya untuk figur yang religius.

"Apa kalian sempat menyaksikannya sholat?"
Jawaban yang kudapat hanya gelengan kepala.


Dari karyawan lain saya mendapatkan info penambahan. Setiap bulan puasa datang, dia tetap melanglang buana entahlah ke mana. Namanya tidak ada dalam perincian pemberi zakat dalam tempat tinggalnya. Ia tidak sempat nampak memangkas hewan qurban serta diberikan pada karyawannya. Serta dengan setumpuk kekayaannya, ia tidak sempat terdengar menjalankan beribadah haji.

Jelas buatku, ia mendapatkan kekayaan dengan memberhalakan suatu hal. Entahlah semacam apa, saya tidak tahu tentu. Yang pasti, situasi ekonomi kami saat ini bertentangan. Ia naik cepat, sesaat harta peninggalan orangtuaku terkuras habis saban tahun. Semua seakan beralih kepadanya.

Yang masih ada hanya sehektar tanah cikal akan berdirinya pondok Tahfizd di atasnya. Sayang, sampai saat ini belum terjadi.

Semenjak dengar keberhasilannya, saya berasa Tuhan tidak memihak padaku. Tidak masuk diakal. Seorang yang seringkali berbuat tidak etis nama-Nya seperti ia, dikasih rejeki yang banyak ruah dari langit. Sesaat saya yang tetap menyebutkan nama-Nya siang malam malah terlempar jauh ke bawah.

Saya berasa aneh dengan kesuksesannya. Saya terdorong ingin menjumpainya. Saya ingin belajar mengenai keberhasilan serta menyingkap rohaninya. Sekaligus juga minta bantuan untuk merealisasikan mimpi ke-2 orangtuaku membangun pondok Qur'an itu. 

Dari salah seorang karyawannya saya mendapatkan nomor contact. Sesudah melakukan komunikasi dengan asisten pribadinya yang menggenggam nomor telephone, ia sendiri ternyata malas terkait dengan siapa saja melalui jalan ini, saya ingin menjumpainya kamis malam. Tapi asistennya berasa tidak mungkin mengendalikan tatap muka pada hari itu. Kutanyakan faktanya mengapa. Jawabaannya membuatku takjub.

"Ia tetap lakukan ritual pribadi setiap malam jum'at. Insya Allah dapat berjumpa kelak hari sabtu jam sepuluh di tempat tinggalnya."
Share:

Definition List

Unordered List

Support