Jumat, 19 Juni 2020

Until The End




Gemuruh mesin kereta, derap cara beberapa penumpang, serta ajakan petugas stasiun memimpin situasi bising dalam tempat itu. Penumpang yang barusan datang berantri untuk turun dari kereta. Begitu juga dengan sepasang kekasih yang terlihat mesra tangan si wanita yang berkaitan di lengan si pria. Mereka berjalan melalui peron, telusuri koridor samping rel dengan masih terkait tangan. Kedua-duanya tampilkan muka cerah, seolah perjalanan dari Semarang ke arah Jakarta tidak membuat mereka capek.

"Kamu tahu, dahulu beberapa orang memandang jika stasiun ialah tempat perpisahan paling menegangkan," sebut pria berusia dua puluh 2 tahun itu pada kekasihnya. 

Anarghya Daniswara. Bentuk hampir prima buat Nismara Anjani. 

"Hingga dibuat lagu kan? Yang judulnya Stasiun...." Nisma menjeda kalimatnya, terlihat memikir sesaat. "Ah iya, Stasiun Balapan."

Anarghya, atau yang sering dipanggil Arya itu mengangguk mantap. Melirik sesaat muka cantik kekasihnya sambil tersenyum.

"Coba bagaimana lagunya? Kamu dapat nyanyiin?" 

Nisma ketawa kecil. Pengucapan Arya seolah menghinanya. "Kamu kan tahu, meskipun saya orang Jawa, tetapi saya benar-benar tidak pinter bahasa Jawa. Kalau saya ngomong Jawa nanti kamu tertawa seperti umumnya itu."

Arya terkekeh perlahan. Tanpa ada sadar, kedua-duanya sudah tiba di luar stasiun. Jalanan basah. Gerimis kecil masih sisa sesudah hujan deras menempa. Dingin menelusup membuat Arya lalu melipat ke-2 tangannya. Menarik dan tangan Nisma yang masih tetap tersemat disana.

"Dingin ya, Ya? Singgah ke warung situ dahulu yuk. Kelihatannya Kak Gibran belum sampai." Nisma memperhatikan seputar, cari kehadiran kakak Arya yang tempo lalu punya niat menjemput mereka. Tidak merasakan figur Gibran, Nisma lalu menarik Arya ke warung depan stasiun. Sebatas menghangatkan badan dengan pesan satu cangkir susu hangat. Tidak lupa dia menyeret dan koper sedang yang sejak dari barusan Arya bawa serta.

Sesudah pesan, mereka ambil tempat di sudut, duduk sama-sama bertemu. Sambaran petir kadang-kadang terdengar, tetapi tidak demikian keras. Seperti melodi menyumbang yang bersahutan menjelma jadi musik romantis buat mereka berdua.

"Kamu dingin sekali tidak? Kalau iya, pakai jaketku ya?" Nisma telah punya niat melepas jaketnya, tetapi batal karena Arya cepat-cepat menahan.

"Sudah tidak dingin kok. Simak muka cantik kamu, yang semula dingin langsung jadi hangat." Arya akhiri ucapannya dengan senyuman. Sesaat Nisma tersipu malu di tempatnya, mengulum bibir meredam senyum.

"Kamu mah begitu." Wanita memiliki rambut pendek itu mempertautkan ke-2 tangan di atas meja. Memperhatikan dengan saksama bagaimana kekasihnya tersenyum, bergerak kecil menyeka hidung, atau membetulkan tatanan rambutnya. 

Dalam diam wanita itu menanyakan. Sampai kapan dia akan sedekat ini dengan Arya? Mampukah jalinan yang tersimpul erat itu akan bertahan selama-lamanya? Atau, harus usai secepat-cepatnya? Tetapi Nisma tetap minta supaya Tuhan memberikan waktu untuk cintanya berlabuh di hati Arya. Selama-lamanya.

"Kata Papah, kamu bisa libur dahulu esok. Tidak perlu langsung ke kantor." Perkataan Arya hentikan keterpakuan Nisma. 

"Kamu?"

"Saya harus ada di rapat dengan client dari Jepang esok. Kelihatannya Papah ingin membahas hal penting denganku."

"Tetapi kan kamu...." Perkataan Nisma berhenti waktu seorang penjual tiba untuk menyerahkan pesanan mereka. Arya meluangkan diri mengucapkan terima kasih sebelum penjual itu kembali lagi untuk layani konsumen setia lain.

"Oh ya, bagaimana masalah pernikahan teman dekatmu itu? Sang Angel serta Reza? Mereka betul-betul selekasnya menikah?" Arya menyeruput susu cokelat di tangannya pada saat pandang lelaki itu tertuju pada Nisma. 

Nisma mengangguk perlahan. "Yahh agar saja, mereka pilih menikah muda," sebut wanita itu disertai senyum lebarnya yang automatis menyebar pada Arya.

"Kita kapan mengejar? Saya ingin menikahimu." 

Nisma batal minum susu hangatnya waktu pertanyaan itu berlabuh ke indranya. Gelas yang sudah terburu dia angkat stop di udara. Lamat dia pandangi muka tenang Arya, serta wajah itu tidak memberikan ketidaksamaan sedikit juga. Tidak sama dengan dianya yang tiba-tiba kaku, dengan detak jantung yang seolah sedang main marching band di rongganya.
Share:
Lokasi: Indonesia

Definition List

Unordered List

Support